Ariani Permatasari, Winariani, Wiwin Is Effendi
Divisi Paru Kerja
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
RSUD Dr. Soetomo – FK Unair
Pendahuluan

Rokok masih menjadi salah satu ancaman terbesar penyebab masalah kesehatan di dunia dengan tingkat kematian yang cukup tinggi. Berdasarkan data WHO, Indonesia menempati urutan keempat dari lima penggunaan rokok tertinggi di seluruh dunia yakni mencapai 260 miliar batang rokok pada tahun 2009.1 Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan proporsi penduduk umur lebih dari 15 tahun yang merokok cenderung meningkat dari 34.2% pada tahun 2007 menjadi 36.3% pada tahun 2013.2 Laporan WHO tahun 2009 berjudul The Global Tobacco Epidemic menyebutkan bahwa diperkirakan rokok turut menyebabkan kematian lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia setiap tahun dan umumnya terjadi di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah hingga sedang.1,2
Rokok elektronik adalah alat yang berfungsi mengubah zat-zat kimia menjadi bentuk uap dan mengalirkannya ke paru dengan menggunakan tenaga listrik. WHO menyebutnya sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS). Rokok elektronik diciptakan dengan rancangan memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya sehingga rokok elektronik menjadi pengganti rokok yang populer.1,3 Pada awal keberadaan rokok elektronik, produk tersebut dikatakan aman bagi kesehatan karena larutan nikotin yang terdapat pada rokok elektronik hanya terdiri dari campuran air, propilen glikol, zat penambah rasa, aroma tembakau, dan senyawa-senyawa lain yang tidak mengandung tar, tembakau atau zat-zat toksik lain yang umum terdapat pada rokok tembakau.3 Maraknya pengguna rokok elektronik dimasyarakat tanpa tersedianya data obyektif yang cukup membuat FDA di Amerika melakukan penelitian pada tahun 2009 tentang rokok elektronik. Penelitian tersebut menyatakan bahwa rokok elektronik mengandung Tobacco Spesific Nitrosamin (TSNA) yang bersifat toksik dan Diethylene Glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen. Hal tersebut membuat FDA mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya zat toksik dan karsinogen yang terkandung dalam rokok elektronik dan membuat WHO juga tidak merekomendasikan penggunaannya sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT) serta melarang penggunaan rokok elektronik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia juga menegaskan pelarangan penggunaan rokok elektronik karena memiliki bahaya yang sama seperti rokok konvensional. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menemukan beberapa zat berbahaya lainnya yaitu logam, zat karbonil dan zat lainnya (kumarin, tadalafin, romonabant, serat silika) serta memperingatkan masyarakat Indonesia bahwa rokok elektronik dapat lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional dan menyatakan bahwa keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal di Indonesia. 2,4

Epidemiologi

Rokok elektronik diciptakan oleh salah satu perusahaan di Cina pada tahun 2003 dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dengan berbagai nama dagang seperti Vapour, Vape, e-Cig, NJOY, Epuffer, blu-cig, green smoke, smoking everywhere, dan lain lain. Pada tahun 2015 dilaporkan sebanyak 3.7% orang dewasa di Amerika Serikat menggunakan rokok elektronik dan tingkat pengguna tertinggi terdapat pada kelompok umur 18-24 tahun. Sebanyak 59% adalah pengguna cigarrete smoker secara bersamaan (dual users), 30% adalah perokok dan sebanyak 11 % adalah tidak pernah merokok. Hal yang paling menonjol adalah penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja. Hanya dalam waktu empat tahun penggunaan rokok elektronik diantara siswa SMA naik 10 kali lipat yaitu 1.5% pada tahun 2011 dan naik menjadi 16% pada tahun 2015.5
Hasil survey RISKESDAS tahun 2018 menemukan bahwa kecenderungan anak-anak dan remaja tertarik mencoba rokok elektronik. Berdasarkan data proporsi rokok elektronik, pengguna terbanyak adalah kelompok usia 10-14 tahun sebanyak 10.6 %, kelompok usia 15-19 tahun sebanyak 10.5 %, kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 7 % dan 12.1 % terbanyak pada kelompok usia sekolah.2

Komponen Rokok Elektronik

Rokok elektronik atau vaporizer adalah rokok yang beroperasi menggunakan tenaga baterai, namun tidak menggunakan teknik membakar seperti produk rokok biasa. Rokok ini memanaskan larutan nikotin, perasa, propylen glycol dan glycerin menggunakan perangkat elektronik baterai dan uap yang dihasilkan masuk kedalam paru pemakainya. Rokok elektronik dirancang untuk menghasilkan uap nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok.4 Pada umumnya rokok elektronik terdiri dari 3 elemen utama yaitu battery, atomizer (bagian yang akan memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan catridge (berisi larutan nikotin). Sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini, bentuk rokok elektronik terus mengalami modifikasi dan modernisasi. Produk yang dapat diisi ulang dan dibuang merupakan generasi pertama rokok elektronik, sedangkan sistem tangki dan personal vaporizer merupakan generasi kedua dan ketiga dari rokok elektronik.4

Kandungan Rokok Elektronik

Kandungan didalam rokok elektronik berbeda-beda, namun pada umumnya berisi larutan yang terdiri dari 4 jenis campuran, yaitu : Nikotin, propilen glikol, gliserin, air dan flavoring (perisai). Kandungan kadar nikotin dalam liquid rokok elektronik bervariasi, yaitu dari kadar rendah hingga kadar tinggi. Namun, seringkali kadar nikotin yang tertera di label tidak sesuai dan berbeda secara signifikan dari kadar yang sebenarnya.7
Propilen glikol merupakan suatu zat dalam asap buatan yang biasanya dibuat dengan “fog machine” atau juga sebagai antifrezee, pelarut obat dan pengawet makanan. Beberapa senyawa berbahaya lainnya yang ditemukan antara lain : 7
  • Tobacco-specific Nitrosamine (TSNAs)
  • Diethylene Glycol (DEG)
  • Logam : partikel timah, perak, nikel, alumunium dan kromium di dalam uap elektrik dengan ukuran yang sangat kecil (nano-partikel) sehingga dapat sangat mudah masuk kedalam saluran napas di paru.
  • Karbonil : Karsinogen potensial antara lain formaldehida, asetaldehida, dan akrolein, serta senyawa organik volatil (VOCs) seperti toluena dan pm-xylene.
  • Zat lainnya : kumarin, tadalafil, rimonabant, serat silika
Pada tahun 2009 FDA melakukan penelitian terhadap kandungan liquid rokok elektronik dan menyatakan bahwa rokok elektronik mengandung Tobacco Spesific Nitrosamin (TSNA) yang bersifat toksik dan Diethylene Glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen. Hal tersebut membuat FDA mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya toksik dan karsinogen yang terkandung dalam rokok elektronik dan membuat WHO juga tidak merekomendasikan penggunaannya sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT) karena beberapa studi menemukan kandungan zat liquid yang dapat menjadi racun dan karsinogen sehingga tidak memenuhi unsur keamanan.1Manfaat dari penggunaan rokok elektronik adalah hanya membantu berhenti/mengurangi kadar merokok, sedangkan kerugiannya yaitu kandungan liquid yang tidak aman, inkonsistensi kadar dengan label yang tercantum, menimbulkan masalah adiksi nikotin, penyalahgunaan dengan memasukkan nikotin dalam jumlah berlebih atau bahan ilegal (seperti mariyuana, heroin, kanibus oil, dll), keracunan akibat flavoring dalam liquid yang terus meningkat secara signifikan, risiko bertambahnya perokok dual use, kembalinya mantan perokok karena diklaim rokok elektrik lebih aman.5 Kulkarni dan Malouin menemukan sejak bulan oktober 2015 sampai Juni 2016 terdapat 15 pasien yang mengalami luka bakar akibat ledakan lithium yang berasal dari komponen baterai rokok elektronik.6
Meskipun jumlah bahan kimia yang ditemukan di rokok elektronik lebih sedikit dibandingkan rokok tembakau, chromium dan nikel ditemukan 4 kali lipat lebih banyak dalam beberapa jenis liquid vaporizer dibandingkan rokok tembakau. Liquid Vaporizer dan voltase pada baterai memiliki komponen yang berbahaya dan akan semakin berbahaya pada alat yang memiliki high-voltage.4

Dampak Rokok Elektronik pada Kesehatan Paru

Beberapa penelitian menunjukkan dampak rokok elektronik pada sistem paru dan pernapasan yaitu :
  • Meningkatkan inflamasi / peradangan
  • Menyebabkan kerusakan sel dan epitel
  • Menurunkan sistem imunitas lokal paru dan saluran napas
  • Meningkatkan hipersensitif saluran napas
  • Meningkatkan tahanan jalan napas
  • Risiko asma dan emfisema
  • Risiko kanker paru.7
Pajanan terhadap bahan utama rokok elektronik yaitu e-liquid, propylane glycol dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran napas atas dan bawah. Selain itu bahan perisai (flavoring) kimia yang terdapat di dalam rokok elektronik mengandung diacetyl yang dapat menyebabkan terjadinya respiratory injury.7 Tiga laporan kasus menunjukkan terjadinya bronkiolitis subakut, nyeri dada pleuritik dengan efusi pleura bilateral, serta pneumonitis hipersensitif akut akibat penggunaan rokok elektronik. Dilaporkan juga kasus pneumonia eosinofilik yang terjadi satu jam setelah penggunaan rokok elektronik.7 Perasa pada rokok elektronik terbuat dari cairan dengan bahan diacetyl. Apabila terhirup, zat kimia ini berbahaya untuk tubuh, khususnya paru. Salah satu penyakit yang dapat terjadi karena menghirup diacetyl adalah penyakit bronkiolitis obliterans, atau dikenal sebagai “popcorn lung”. Ditandai dengan gejala batuk kering yang tidak kunjung sembuh, sesak napas, mengi, demam dan sakit kepala. Ada pula efek berupa iritasi kulit, mata, hidung dan tenggorokan.7
Dilaporkan sampai dengan November 2019 sebanyak 2.172 kasus penyakit paru terkait Vape terjadi di Amerika Serikat dengan korban sebanyak 42 orang meninggal dunia. Oleh karena itu Amerika Serikat telah menetapkan kondisi ini sebagai epidemi dan melarang peredaran Vape di sejumlah negara bagian di AS. Larangan tersebut juga dipicu karena terjadinya peningkatan jumlah perokok elektronik di kalangan remaja atau usia dibawah umur yang nantinya bisa menjadi pintu masuk bagi mereka untuk mencoba jenis rokok tembakau.8
Vaping Associated Pulmonary Injury ( VAPI ) merupakan gangguan paru terkait penggunaan rokok elektronik sedikitnya dalam waktu 90 hari terakhir. VAPI ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, demam, nyeri dada, diare, muntah, sakit kepala dan gangguan kesadaran.8 Meskipun efek jangka panjang dari rokok elektronik terhadap risiko kanker belum diketahui, tetapi zat karsinogen seperti Formaldehyde dan acetaldehyde telah ditemukan terdapat di dalam rokok elektronik. Berdasarkan temuan ini, FDA telah mengeluarkan peringatan tentang potensi bahaya rokok elektronik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk., zat nitrosonornicotine (NNN), 4-(nitroso methyl-amino)-1-(3-pyridyl)-butanone (NNK) dan nitrosoanatabins (NAT) yang diketahui bersifat karsinogenik, ditemukan dalam kandungan rokok elektronik.9 Dalam penelitian preklinis, aerosol rokok elektronik dihubungkan dengan peningkatan terjadinya inflamasi, stres oksidatif dan endothelial barrier dysfunction, disamping berisiko untuk berkembangnya kanker mulut dan kanker paru. Dalam penelitian lain, ditemukan dalam sel yang terpajan rokok elektronik terjadi peningkatan nekrosis dan apoptosis, penurunan vitalitas sel serta kerusakan DNA.9
Berdasarkan sifat adiktif dari rokok elektronik, data penelitian menunjukkan bahwa pengguna rokok elektronik jangka panjang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi.4 Penelitian yang dilakukan oleh Williams dkk., diperlihatkan aerosol rokok elektronik mengandung perak, besi, nikel, alumunium dan silikat serta partikel nano (< 100 nm) dari timah, kromium, dan nikel. Zat nanopartikel titanium dioksida yang dilepaskan dalam aerosol rokok elektronik dapat merusak perbaikan DNA dengan menyebabkan kerusakan untaian tunggal dan lesi oksidatif pada DNA dalam sel A549. Logam-logam berat ini dapat dilepaskan oleh elemen pemanas dan dapat menimbulkan dampak kesehatan yang serius pada penggunanya.17 Logam seperti timah, kromium dan nikel ( 2-100 kali lebih tinggi daripada rokok tembakau) ditemukan berperan pada pembentukan nanopartikel. Penelitan ini menyimpulkan bahwa aerosol rokok elektronik dapat memiliki dampak toksikologi, dan karena ukuran partikel yang kecil maka dapat mempengaruhi organ tubuh yang sensitif seperti paru, sumsum tulang, limpa, jantung dan sistem saraf pusat.9
Pada tahun 2014, Wu dkk., melakukan penelitian yang menunjukkan peran e-liquid dalam menginduksi respon inflamasi dan mengatur innate defence pada sel epitel saluran napas. Penelitian ini menunjukkan bahwa pajanan e-liquid dapat menyebabkan keadaan imunitas tubuh terganggu dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi mikroba.20 Penelitian yang lain melaporkan bahwa pajanan uap rokok elektronik dapat menyebabkan gangguan pembersihan virus dan bakteri di paru.9

Kesimpulan:

Rokok elektronik tetap berbahaya karena mengandung bahan-bahan kimia yang sebagian bersifat toksik dan karsinogenik ( memicu kanker) serta tidak tergantung dosis. Rokok elektronik mengandung nikotin yang dapat menimbulkan adiksi ( kecanduan), dan kandungan nikotin dalam rokok elektronik tidak terkontrol sehingga mengancam pemakainya semakin ter-adiksi melebihi rokok konvensional.
Rokok elektronik tidak menghasilkan TAR dari asap seperti rokok konvensional tetapi menghasilkan uap aerosol yang mengandung zat-zat kimia dari cairan maupun tembakau yang dipanaskan sehingga tetap berisiko terhadap perokok aktif dan pasif.
Rokok elektronik bukan Nicotine Replacement Therapy ( NRT ) sehingga tidak bisa digunakan sebagai alat bantu berhenti merokok. Data penelitian menyebutkan penggunaan rokok elektronik meningkatkan jumlah pengguna dual user (rokok elektronik dan rokok konvensional bersamaan) sehingga akan meningkatkan risiko terhadap kesehatan. Rokok elektronik juga di khawatirkan menjadi pintu masuk bahan-bahan ilegal (seperti mariyuana, heroin, kanibus oil, dll).

Daftar Pustaka:
  • WHO ( World Health Organization ). Media Center: Fact sheets of Tobacco. 2013. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/
  • Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) laporan Nasional 2018. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2018
  • William M., Trtchounian A, dan Talbot P. Conventional and electronic cigarette (e-cigarette) have different smoking characteristics. Nicotine Tobacco Res. 2010; 12: 905-912.
  • Bams TS., Bollow W., Berezhnova., Jackson-Moris A., Jones A.,dan Latif E. Position statement on electronic cigarette or electronic nicotine delivery system. Int J Tuberc Lung Dis. 2014; 18 (1): 5-7.
  • Singh T, Arrazola RA, Corey CG, Husten CG, Neff LJ, Homa DM. King BA. Tobacco use among middle and high school students-United States, 2011-2015. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2016; 65: 361-367.
  • Lauren FC, Farzad M, Carolyn SC, Michael AM dan Jeffrey EG. Pulmonary toxicity of e-Cigarettes. Am J Physiol Lung cell Mol physiol. 2017; 313: 193-206. http://www.ajplung.org.
  • Gagandeep K, rakeysha P, Benathel ML, Waneene CD dan Sanjay Batra. Immunologicaland toxicological risk assessment of e-cigarettes. Eur Respir Rev. 2018; 27: 170119. https://doi.org/10.1183/16000617.0119-2017
  • Center for Disease Control and Prevention. Outbreak of Lung Injury Associated with E-Cigarette Use, or Vaping. 2019. https://www.cdc.gov > e-cigarettes
  • Terrance Rodrigues MBA, Eric L Deal MS, Kenneth Nugent MD, Drew Payne DO. Electronic Cigarettes and lung toxicity. The Southwest Respiratory and Critical Care Chronicles 2017;5(19):16–21.
RSUD Dr. Soetomo

RSUD Dr. Soetomo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Alamat : Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo No. 6-8, Kecamatan Gubeng, Kelurahan Airlangga, Kota Surabaya 60286.

Telepon : Central : +62 31 5501078; Subkoordinator Hukum, Hubungan Masyarakat dan Pemasaran : +62 31 5501076 (Hubungan Masyarakat); Instalasi Gawat Darurat : +62 31 5501299; Instalasi Rawat Jalan : +62 31 5501488; Instalasi Graha Amerta : +62 31 5020599; Instalasi PPJT : +62 31 5501316; Instalasi GBPT : +62 31 5501875; Instalasi GPDT : +62 31 5501525.

No. WhatsApp : +62 812 1670 0101 (Hanya Menerima Pesan).

Email : kontak@rsudrsoetomo.jatimprov.go.id